KUTAHAN PERIH INI DEMI JOSH
Beberapa minggu
setelah dinyatakan hamil, aku masih bisa menikmati kehamilanku dengan santai.
Nyaris tidak pernah kurasakan yang namanya mual – muntah di pagi hari (morning
sickness) seperti yang umum dialami oleh ibu-ibu yang sedang hamil muda. Aku masih
bisa menikmati kegiatan makan dan beraktifitas normal seperti sebelum hamil.
Sungguh tidak
pernah kubayangkan kalau sesudahnya, kehamilan ini menjadi semakin berat
kujalani.
Periiihhh ... banget ..
Gastritis (atau
yang sering disebut sakit maag) kronis memang sudah lama kuderita sejak masih
duduk di bangku kuliah. Maklum, sebagai anak kos dengan aktifitas kuliah dan organisasi
yang segudang, pola dan jadwal makanku memang tergolong kacau.
Gastritis adalah
proses peradangan dari dinding lambung akibat produksi asam lambung yang
berlebih. Dapat disebabkan oleh gaya hidup (pola makan, merokok, alkohol),
stres fisik (luka bakar, trauma, pembedahan, dll), stres psikis yang berat,
obat-obat tertentu dan refluks usus-lambung. Gastritis ditandai dengan
gejala-gejala :
- Dispepsia : nyeri perut bagian atas atau rasa tidak nyaman yang seringkali berhubungan dengan intake atau asupan makanan.
- Flatulensi (kembung) : peregangan lambung atau usus yang disebabkan gas disertai rasa penuh di perut.
- Vomiting (muntah)
Setelah bekerja
lalu menikah, gastritis yang aku derita semakin terasa mengganggu. Tekanan
pekerjaan, stres dan kelelahan membuat gastritisku semakin sering kumat. Bahkan
satu tahun terakhir ini, aku tidak bisa lagi makan makanan yang bisa memicu
meningkatnya produksi asam lambung, seperti :
·
Bahan makanan yang rasanya kecut
dan asam. Termasuk di dalamnya adalah buah-buahan seperti jeruk, mangga, jambu,
dll ; makanan seperti arsik, tom yam, dll
·
Makanan pedas.
·
Bahan makanan yang menyebabkan
kembung seperti mie, kol, ubi, dll
·
Minuman yang mengandung kafein
seperti kopi, minuman bersoda, dll
Gastritisku semakin
menjadi-jadi di usia kehamilan memasuki 8 minggu. Rasa perih lambung yang
menyayat-nyayat menghampiriku hampir setiap jam, pagi, siang terutama malam
hari. Aku harus terus nyemil untuk mengurangi rasa perih dan mual karena asam
lambung yang naik hingga ke kerongkongan juga rasa terbakar di dada, biasa
disebut heartburn.
Heartburn
Sebenarnya heartburn
adalah salah satu keluhan yang sering terjadi selama kehamilan. Ada sensasi
rasa panas seperti terbakar atau rasa tidak nyaman yang dirasakan di balik
tulang dada atau tenggorokan, atau keduanya.
Heartburn terjadi karena regurgitasi asam lambung yang mencapai tenggorokan atau
mulut, disebut juga refluks esofagitis. Ketika asam lambung mencapai
tenggorokan, akan menimbulkan rasa panas atau terbakar yang sangat tidak nyaman.
Sedangkan ketika asam lambung mencapai mulut, menimbulkan rasa asam atau pahit
di mulut yang dapat memicu rasa mual.
Penyebab heartburn
pada kehamilan adalah :
- Hormon progesteron yang memang sedang diproduksi banyak-banyaknya di rahim untuk menjaga kehamilan dan mencegah terjadinya kontraksi uterus sebelum waktunya, menyebabkan otot-otot lambung menjadi rileks sehingga pengosongan lambung menjadi lebih lambat dari biasanya. Seharusnya, setelah makanan dicerna di lambung, otot-otot lambung akan segera mendorong makanan menuju usus halus untuk diabsorpsi (diserap). Selain mempengaruhi otot-otot lambung, progesteron juga menyebabkan sphincter esofagus yang bertugas menjaga agar asam lambung tidak berbalik ke atas, menjadi ikut rileks.
- Rahim yang semakin membesar dapat menekan perut dan mendorong asam lambung keluar ke atas.
Syukurlah heartburn
tidak memperngaruhi kehamilan dan tidak berpotensi menyebabkan penyakit yang
lebih serius. Sayangnya, ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh heartburn sangat
mengganggu dan menguras energi, seperti yang aku rasakan.
Mengatasi Heartburn
Tatalaksana
heartburn pada kehamilan bertujuan untuk mengurangi gejala dengan
mempertimbangkan faktor keamanan bagi sang janin. Modifikasi gaya hidup dan
diet sangat dianjurkan.
Ini yang aku lakukan untuk mengatasi heartburn
yang mendera :
- Makan makanan dalam porsi kecil tapi sering. Untuk menghindari regurgitasi asam lambung dan perih di lambung, perut tidak boleh dalam keadaan kosong. So, setiap 2 jam (termasuk malam dan dini hari), aku harus makan sesuatu yang porsinya kecil tapi cukup padat, seperti brownies, roti-rotian, pisang (otomatis tidak akan bisa makan banyak, karena sesungguhnya perut masih terasa penuh dan kenyang).
- Nyemil. Jika asam lambung mencapai dada, rasa terbakar aku usir dengan minum dan makan sesuatu. Begitu juga kalau asam lambung sudah mencapai mulut, aku memilih makan coklat yang akan mencair di mulut, sehingga bisa mengusir rasa pahit, asam atau eneg. Aku menghindari makan permen karena menurutku kurang efektif dan kurang sehat.
- Modifikasi diet. Menghindari makanan yang dapat memicu produksi asam lambung seperti yang sudah aku sebutkan di atas. Aku menghindari makanan yang terlalu berbumbu, pedas, terlalu berlemak dan goreng-gorengan.
- Tidak langsung berbaring segera setelah makan. Lebih baik melakukan aktifitas ringan yang dapat membantu makanan dalam perut ‘agak turun’.
- Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi dari kaki. Selama beberapa waktu, aku terpaksa tidur sambil separuh duduk untuk mencegah asam lambung naik ke tenggorokan. Kepala disangga dengan setumpuk bantal dan punggung bersandar seperti posisi separuh duduk. Meskipun setelah beberapa jam aku akhirnya tidur telentang karena pinggang udah keburu pegal.
- Memakai pakaian yang longgar sehingga tidak memberi tekanan pada perut.
- Obat-obatan
Kutahan Perih Ini Demi Sang Bayi
Obat-obat
penatalaksanaan gastritis dan heartburn terdiri dari 3 jenis yaitu :
1.
Antasida
Obat ini bekerja menetralisir asam
lambung. Contohnya adalah obat-obat maag yang banyak diiklankan di TV, seperti Mylanta, Promag Promag, dst.
2.
Penghambat sekresi asam lambung
golongan Antagonis Histamin H2
Obat ini bekerja dengan cara menghambat
Histamin H2 menempati reseptornya di sel parietal lambung, tempat diproduksinya
asam lambung. Contohnya adalah Cimetidine, Ranitidine, Famotidine
3.
Penghambat sekresi asam lambung
golongan Proton Pump Inhibitor
Obat ini bekerja dengan menghambat
aktifitas pompa proton di sel parietal lambung. Contohnya adalah Omeprazole,
Lansoprazole, Rabeprazole, Pantoprazole dan Esomeprazole.
Ketiga jenis obat
itu diurutkan berdasarkan tingkat efektivitas dan kebaruannya.
Jaman kuliah,
gastritis yang kualami hanya aku obati dengan mengkonsumsi obat antasida.
Setelah bekerja dan gastritis semakin sering kumat, antasida saja sudah tidak
cukup lagi untuk mengatasi perih lambung yang kuderita. Aku mulai menggunakan
obat golongan antagonis H2, mulai dari Ranitidine dan kemudian Famotidine.
Ketika gastritis semakin menjadi-jadi, bahkan Famotidine pun sudah tidak mempan
lagi mengatasi sakit yang kuderita. Beberapa kali terpaksa mengunjungi
Internist (Dokter Spesialis Penyakit Dalam), berturut-turut aku mendapat resep
obat golongan pompa proton : Omeprazole, Lansoprazole, bahkan sampai
Rabeprazole.
Karenanya, ketika
hamil dan gastritis menderaku sedemikian rupa merupakan sebuah ujian untuk
kehamilanku. Bagaimana tidak, ketika aku memeriksakan diri ke dokter Obgyn dan
menyampaikan keluhanku, dokter hanya meresepkanku obat antasida. Bisa Moms
bayangkan, bagaimana aku yang sudah terbiasa menggunakan obat golongan pompa
proton, minimal Omeprazole untuk mengatasi gastritisku, tiba-tiba hanya boleh
menggunakan antasida, obat yang sudah lama aku tinggalkan karena sudah tidak
mempan lagi mengatasi perih lambung yang kurasakan.
Setelah minum
antasida, rasa perih di lambung hanya berkurang selama 1 jam. Setelah efek
antasidanya hilang, perih lambung itu kembali menderaku. Begitu setiap hari,
pagi-siang-malam perih lambung itu bagai mengiris-iris lambungku. Aku hanya
bisa menangis tak berdaya. Aku juga menjadi sering tidak masuk kantor.
Akhirnya karena tidak
tahan, aku mendatangi dokter Obgyn yang lain untuk mencari second opinion.
Kembali aku hanya menerima resep obat antasida. Penasaran, akhirnya aku
googling lagi untuk mencari tahu tingkat keamanan obat-obat gastritis itu.
Ternyata demi
keselamatan janin yang tengah dikandung, tatalaksana gastritis dan heartburn
pada ibu hamil dimulai dengan modifikasi gaya hidup. Antasida adalah pilihan kedua,
jika modifikasi gaya hidup tidak terlalu berhasil. Antasida dianggap obat yang
paling aman untuk mengatasi gastritis dan heartburn pada ibu hamil karena hanya
bersifat lokal. Obat pilihan ketiganya adalah Ranitidine. Sedangkan Omeprazole
tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena dapat berpengaruh pada bayi yang tengah
dikandung. Sedangkan Lansoprazole adalah obat pilihan terakhir.
Meskipun sudah
mendapat jawaban dari searching internet, karena perih lambung terus menerus
menderaku, akhirnya kudatangi dokter Obgyn ketiga, berharap bisa mendapatkan obat
lain selain antasida untuk mengurangi rasa perih ini. Tapi kembali aku menelan
kecewa karena dokter lagi-lagi hanya meresepkan antasida. Datang ke dokter
keempat, kembali resep antasida yang kudapatkan. Dokter beralasan, aku belum
melewati trimester pertama, sehingga ia belum berani meresepkan Ranitidine. Hingga
puncaknya adalah ketika aku mendatangi dokter Obgyn kelima. Kusampaikan keluhan
perih lambungku, berharap ia berempati padaku. Tapi yang kudapatkan justru
jawaban ketus setengah mengusir “Kalau
Ibu minta obat lain, silahkan cari dokter yang lain saja”.
Aku menyerah.
Mungkin ini yang disebut perjuangan menjadi seorang ibu. Akan kutahan perih
lambung ini semampuku tanpa mengeluh lagi, demi keselamatan dan kesehatan janin
yang tengah kukandung. Tidak mudah memang, tapi mungkin ini ujian pertamaku
untuk membuktikan cintaku pada bayiku.
Bermodalkan
modifikasi gaya hidup dan sesekali minum antasida jika perihnya sudah tak
tertahankan lagi, akhir aku bisa melewati fase-fase heartburn ini. Memasuki trimester
kedua, aku bisa menjalani kehamilanku dengan lebih sehat dan ceria. Hanya
sesekali gastritisku kumat. Sedangkan heartburn nyaris tidak pernah kurasakan
lagi.
Memasuki trimester
ketiga, gastritis kembali menjadi ujian yang harus aku hadapi. Perih lambung
kembali kuderita terutama di malam hari. Nyaris tidak pernah tidur malam dengan
nyenyak dan lama, karena tiap 2 jam aku harus bangun untuk makan sesuatu. Aku
bertahan hanya mengandalkan modifikasi gaya hidup dan diet, serta sesekali
menggunakan antasida untuk mengatasi gastritis yang kumat. Meskipun oleh dokter
akhirnya aku diperbolehkan minum Ranitidine, tidak sebiji pun obat itu aku
minum hingga tanggal kelahiran tiba.
Karena kurang
tidur, paginya aku harus berjuang untuk mempersiapkan diri berangkat ke kantor.
Di kantor, aku berada dalam kondisi fisik yang sangat lelah. Kurang tidur,
gerak yang terbatas karena perut yang semakin membesar, nafas yang
tersengal-sengal, belum lagi deadline pekerjaan kantor yang harus segera
kuselesaikan sebelum aku cuti hamil. Karena kuatir melihat kondisiku, suami
menyarankan agar aku segera cuti saja. Tapi aku menolak dan memilih mengambil
cuti sesaat sebelum due date, supaya dapat lebih lama merawat bayiku. Puji
Tuhan, akhirnya aku dapat melewati semua itu, dan mengambil cuti 2 hari sebelum
tanggal berlangsungnya operasi sesar.
Kini, Josh telah
berusia 9 bulan. Kelahirannya membawa keajaiban yang tidak pernah kuduga-duga. Gastritisku SEMBUH... It’s a miracle ... thanks God ..
Selama 9 bulan ini,
baru satu kali aku minum obat antasida karena gastritis yang kumat. Itupun
karena aku minum kopi. Selebihnya, gastritis yang biasanya kumat karena faktor
kelelahan akan sembuh sendiri hanya dengan berbaring leyeh-leyeh di tempat
tidur selama 1 jam. Ajaib bukan? Sekarang aku bahkan bebas makan dan minum apa
saja tanpa kuatir gastritis akan kumat. Tom Yam, arsik, jeruk, makanan yang
pedas, mie, kol, kopi,minuman bersoda ... siapa takut ... ^0^
sama persis ama penyakitku. selama hamil aku udah sering bgt masuk ugd. disuntik. hiks. semoga ga apa2. ini td pagi br masuk ugd lg
ReplyDelete