tag:blogger.com,1999:blog-62102930914030899092024-03-13T10:05:33.927+07:00Josh MilestoneMe and Josh parenting experienceIndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.comBlogger9125tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-78679818957778142652012-05-08T14:09:00.002+07:002012-05-08T14:38:51.489+07:00Amankah Terbang Selama Hamil ?<br />
Aku dinyatakan <a href="http://joshmilestone.blogspot.com/2012/04/aku-hamil.html" target="_blank">positif hamil</a> di saat aku baru saja pulang dari tugas kantor di Banjarmasin. Padahal seminggu sebelumnya aku juga baru pulang dari Balikpapan. Tes kehamilan pun aku lakukan 3 hari sebelum jadwal terbangku ke Palembang.<br />
<br />
Bulan-bulan itu aku memang dihadapkan pada jadwal tugas luar kota yang sangat padat. Tidak heran aku sampai tidak sempat memperhatikan jadwal menstruasiku. Kalaupun terlambat, aku menganggapnya wajar karena aku sedang sangat sibuk dan mungkin kelelahan. Karenanya aku sangat bersyukur masih diberi kepekaan untuk merasakan ada sesuatu yang berbeda dalam tubuhku di tengah kesibukan yang sedang memuncak. Mungkin itu cara janinku berkomunikasi dengan mamanya. Ga kebayang kalo saat itu aku abaikan sinyal-sinyal kehamilanku dan terus tenggelam dalam kesibukan travelling dari satu pulau ke pulau lainnya. Mungkin aku akan kehilangan bayiku ...<br />
<br />
Hasil USG menunjukkan bahwa aku positif hamil dengan usia kehamilan sudah memasuki 6 minggu. Janin dan ibunya sehat, kata dokter. Aku sangat bersyukur. Dan sangat kagum pada kekuatan janinku. Ia tumbuh di saat mamanya sedang sibuk travelling dan belum menyadari kehadirannya.<br />
<br />
Betapa tidak. Di saat usianya yang masih sangat muda (mungkin baru 3 minggu), ia sudah ikut aku bepergian ke Samarinda. Untuk mencapai Samarinda, aku harus naik pesawat dari Bandara Soekarno Hatta, Jakarta. Karena aku tinggal di Bandung, berarti aku harus menempuh perjalanan darat terlebih dahulu menggunakan travel dari Bandung ke Jakarta sekitar 4 jam. Setelah terbang sekitar 2 jam, aku landing di Balikpapan. Samarinda adalah ibu kota propinsi Kalimantan Timur. Letaknya 3 jam perjalanan dari Balikpapan. Untuk bisa mencapai Samarinda, kita harus melewati Bukit Soeharto yang tidak hanya berkelok-kelok tapi juga naik turun karena membelah bukit. 10 jam di jalan sejak dari Bandung – Jakarta – Balikpapan – Samarinda, sungguh perjalanan yang sangat melelahkan ...<br />
<br />
Seminggu kemudian, aku kembali terbang ke Tanah Borneo, kali ini ke Banjarmasin, Kalimantan Selatan. Memang tidak seruwet perjalanan menuju Samarinda, tapi tetap saja melelahkan. Karena belum tau kalau sedang hamil, aku masih memakai high heels, berjalan cepat dan menenteng sendiri laptop dan proyektor selama tugas luar kota. Sungguh luar biasa jika di tengah perjalanan dinas seperti itu, aku tidak mengalami keguguran ... Praise The Lord untuk kesempatan menjadi ibu yang masih diberikanNYA ...<br />
<br />
<b><span style="color: red;">HARUSKAH TETAP TERBANG ?</span></b><br />
<br />
Setelah dinyatakan <a href="http://joshmilestone.blogspot.com/2012/04/aku-hamil.html" target="_blank">positif hamil</a>, aku dihadapkan pada dilema antara menjaga kehamilan atau menyelesaikan jadwal dinas luar kotaku. Masih ada beberapa kota yang harus aku kunjungi : Palembang, Pontianak dan Makassar. Setiap kali terbang, aku harus menempuh 4 jam perjalanan darat menuju Jakarta. Belum lagi peralatan perang yang harus aku bawa setiap kali tugas : travel bag, tas tangan, laptop, proyektor. Dan juga pertanyaan, amankah terbang selama hamil?<br />
<br />
<a href="http://www.ilmuterbang.com/artikel-mainmenu-29/kesehatan-penerbangan/57-umum/364-naik-pesawat-terbang-dikala-hamil" rel="nofollow" target="_blank">Menurut </a> <a href="http://www.acog.org/About_ACOG/News_Room/News_Releases/2009/Air_Travel_Safe_for_Most_Pregnant_Women" rel="nofollow" target="_blank">American College of Obstetricians and Gynecologists </a>, perjalanan SESEKALI dengan pesawat terbang telah dinyatakan aman bagi wanita dengan usia kehamilan hingga 36 minggu, dengan syarat tidak memiliki komplikasi di saat hamil atau penyakit penyerta lainnya. Idealnya dilakukan pada usia kehamilan 18 – 24 minggu, karena pada saat itu resiko keguguran telah jauh berkurang kemungkinannya dan tanggal kelahiran masih jauh. Meski demikian, tidak ada data yang menyatakan bahwa melakukan perjalanan dengan pesawat udara bagi wanita hamil berbahaya. Namun memang harus dihindari bagi wanita hamil yang memilik penyakit penyerta kehamilan dan komplikasi kehamilan seperti tekanan darah tinggi yang tercetus akibat kehamilan (pregnancy induced hypertension), preeklampsia, diabetes yang kadar gula darahnya sulit / tidak dikontrol, anemia berat, kehamilan ganda, perut yang sangat meregang, mual muntah yang hebat, ari-ari yang menutupi jalan lahir (plasenta previa) dan lain sebagainya.<br />
<br />
Hmm, jika berdasarkan referensi di atas, berarti usia kehamilanku yang masih 6 minggu cukup beresiko untuk melakukan penerbangan, meskipun aku sudah kecolongan dua kali, terbang di saat usia kehamilan baru 3 dan 4 minggu. Faktor kelelahan selama perjalanan juga dapat meningkatkan resiko kehamilanku. Belum lagi barang-barang yang harus aku bawa.<br />
<br />
Setelah berdiskusi dengan suami, akhirnya aku mantap menghentikan semua perjalanan luar kotaku. Puji Tuhan atasan dan rekan-rekan kerjaku mengerti. Mereka tahu persis kalau aku belum juga punya anak setelah 4 tahun menikah. Mereka amat maklum kalau saat ini aku memilih memprioritaskan keselamatan bayiku. Sepertinya mereka juga tidak mau mengambil resiko disalahkan jika sesuatu terjadi pada kehamilanku jika perjalanan luar kota itu tetap harus aku lakukan. Kebetulan perjalanan luar kota itu masih dapat di-reschedule dan digantikan oleh stafku.<br />
<br />
Syukur pula aku mengambil keputusan itu, karena sesudahnya, kehamilanku ternyata tidak mudah. <a href="http://joshmilestone.blogspot.com/2012/04/heartburn-during-pregnancy.html" target="_blank">Gastritis dan heartburn</a> menderaku. Ga kebayang gimana aku bisa bepergian keluar kota dalam kondisi seperti itu.<br />
Aku tidak pernah terbang lagi hingga masa melahirkan tiba, meskipun setelah memasuki trimester kedua, kondisi kehamilanku lebih baik dan usia kandungan sesuai rekomendasi ACOG. Aku memilih ‘jaga kantor’ dan mendelegasikan tugas-tugas luar kota pada dua orang stafku. Dasar emang hobi, sesekali kerinduan untuk travelling mendera ... <br />
<div>
<br /></div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-34447735168849189942012-05-07T21:32:00.000+07:002012-05-08T15:03:29.842+07:00Menyetir Saat Hamil<br />
<br />
Aku dinyatakan hamil di saat suami sedang terikat jadwal mengajar yang cukup padat di sebuah <a href="http://binus.ac.id/" rel="nofollow" target="_blank">universitas di Jakarta</a>, sementara kami tinggal di Bandung. Karena jauh dari keluarga besar dan memiliki teman-teman dekat yang terbatas jumlahnya, maka praktis kami terbiasa hidup mandiri dan memenuhi kebutuhan kami sendiri berdua saja. Termasuk saat aku hamil dan harus ditinggal suami ke luar kota.<br />
<br />
Sebelum hamil, jika suami tidak sedang keluar kota, aku menjadi supir pribadinya. Kebetulan jam kerja suami lebih pagi dan jam pulang kantornya pun lebih sore, sehingga tugas antar jemput suami menjadi bagianku. Pagi, aku antar suami dulu ke kampusnya sebelum berangkat ke kantorku sendiri. Sorenya, aku mampir ke kampus suami lagi dan menunggunya hingga jam mengajarnya berakhir pukul 6 sore.<br />
<br />
Sejak hamil, suami memutuskan untuk membawa motor sendiri sementara mobil tetap aku yang bawa. Tujuannya supaya aku tidak perlu mengantar-jemputnya lagi dan kelelahan karena menunggunya hingga jam 6 sore. Tidak mudah mencapai keputusan ini karena artinya aku harus menyetir sendiri dalam keadaan hamil.<br />
<br />
Dengan kondisi kehamilanku di trimester awal yang tidak terlalu mudah –aku mengalami <a href="http://joshmilestone.blogspot.com/2012/04/heartburn-during-pregnancy.html" target="_blank">gastritis dan heartburn</a> – menyetir sendiri memang butuh perjuangan ektra. Seringkali aku harus menyetir dalam kondisi lambung perih atau kembung. Belum lagi keruwetan lalu lintas yang harus kuhadapi di sepanjang jalan Pasteur Bandung yang selalu macet setiap kali jam pulang kantor. Aku dituntut untuk tetap konsentrasi menyetir kalau tidak ingin situasi tambah runyam karena nyenggol pengguna jalan lainnya. Hasilnya, aku tiba di rumah dalam keadaan sangat lelah ...<br />
<br />
Tidak jarang aku juga harus menyetir sendiri ke tempat praktek Dokter untuk konsul gastritisku yang menjadi-jadi. Lambung perih, hujan pula, fyuuhh .. benar-benar perjuangan ...<br />
<br />
<span style="color: red;"><b>TIPS MENYETIR SAAT HAMIL</b></span><br />
<br />
Jika Moms harus menyetir saat hamil seperti yang aku alami, ada beberapa hal yang harus diperhatikan sebelum menyetir. Ini beberapa tips tetap aman menyetir saat hamil yang aku rangkum dari pengalaman pribadi dan hasil <a href="http://www.conectique.com/tips_solution/pregnancy/during_pregnancy/article.php?article_id=5095" rel="nofollow" target="_blank">googling</a>.<br />
<br />
<b>1.Siap fisik dan mental </b><br />
Pastikan kondisi fisik dan mental kita memungkinkan untuk menyetir. Jangan memaksakan diri, karena akan sangat berbahaya bagi ibu dan janin. Menyetir membutuhkan konsentrasi tinggi dan merupakan kegiatan yang beresiko tinggi jika dilakukan saat hamil. Pastikan kondisi kehamilan Moms memungkinkan untuk menyetir sendiri dan tidak mengalami gangguan kehamilan seperti perdarahan atau kejang perut.<br />
<br />
<b>2.Jarak tempuh sebaiknya tidak terlalu jauh</b><br />
Menyetir membutuhkan konsentrasi tinggi yang menguras energi, dapat menyebabkan ibu hamil kelelahan. Jika harus menyetir jarak jauh, sebaiknya tidak menyetir sendiri (ada yang mendampingi) dan sering berhenti (setiap 30 – 45 menit) untuk beristirahat.<br />
<br />
<b>3.Hindari jalan yang berlubang dan tingkat kemacetan tinggi</b><br />
Jika memungkinkan, sebaiknya hindari melewati jalan yang rusak atau berlubang untuk mencegah terjadinya guncangan yang bisa membahayakan janin. Hindari juga jalan dengan tingkat kemacetan tinggi yang akan membuat ibu hamil stres dan kelelahan. Sedikit memutar lebih baik daripada kita harus duduk dalam mobil yang tidak bergerak berjam-jam karena terjebak macet.<br />
<br />
<b>4.Bawa perlengkapan perang</b><br />
Botol minum, camilan, permen, kipas angin, tissue, handuk kecil, kantung kresek, dll .. pokoknya semua peralatan yang biasanya Moms pakai untuk membuat kehamilan tetap nyaman.<br />
<br />
<b>5.Pakai sabuk pengaman dengan benar</b><br />
Meskipun kadang tidak nyaman, sabuk pengaman tetap harus dipakai. Sebaiknya di bawah perut dan menyilang di dada. Pastikan sabuk tidak menekan perut terlalu keras. Tidak memakai sabuk pengaman sama sekali jauh lebih beresiko dibanding ketidaknyamanan saat menggunakan sabuk pengaman.<br />
<br />
<b>6.Atur posisi duduk</b><br />
Atur jarak antara perut dan setir, jangan terlalu dekat supaya kita bisa bernafas lega dan perut tidak tertekan. Juga menghindari hal-hal yang tidak diinginkan karena keluarnya airbag jika kecelakaan terjadi. Atur juga jarak kursi dengan dashbor, pastikan kaki bisa leluasa berpindah pedal tanpa menimbulkan pegal atau aliran darah tidak lancar.<br />
<br />
<b>7.Sebelum 7 bulan</b><br />
Menyetir sendiri dalam keadaan hamil masih dianggap aman hingga usia kehamilan 27 minggu. Paling ideal adalah usia kehamilan 14 - 27 minggu, sebab keluhan mual dan muntah biasanya sudah berkurang serta ukuran perut belum terlalu besar. Diatas usia itu, sebaiknya kegiatan menyetir sendiri dihentikan demi keamanan ibu dan bayi dalam kandungan.<br />
<br />
Melihat kondisiku yang tidak memungkinkan untuk terus menyetir sendiri dan resiko yang bisa membahayakan bayiku, suami memutuskan untuk cuti sementara dari pekerjaannya di Jakarta di semester berikutnya, bertepatan dengan kehamilanku yang memasuki trimester kedua. Ia juga mengatur jam mengajarnya di sebuah kampus di Bandung sedemikian rupa, supaya bisa mengantar jemputku setiap hari.<br />
<br />
Ah, leganya ... Makasih ya Pap... <br />
<div>
<br /></div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-42602662461020665082012-05-05T22:45:00.000+07:002012-05-05T22:45:18.107+07:00Kehamilan dan Sensitif terhadap Bau<br />
<b>Tersiksa oleh Bau Masakan</b><br />
<br />
<br />
Selain <a href="http://joshmilestone.blogspot.com/2012/04/heartburn-during-pregnancy.html" target="_blank">gastritis dan heartburn</a> , tanda kehamilan lain yang juga aku alami adalah semakin sensi terhadap bau-bauan tertentu. Seharusnya ini tidak akan terlalu mengganggu kalo aja sensitifitas yang meningkat bukan terhadap BAU MASAKAN .<br />
<br />
Suer, sensitif terhadap bau masakan itu menyiksa banget lo, Moms ... Secara masak memasak adalah akitivitas rutin yang emang biasa aku lakukan sendiri di rumah sebelum hamil.<br />
<br />
Aku mulai merasakannya ketika usia kehamilanku memasuki 8 minggu. Awalnya hanya perasaan tidak nyaman setiap kali mengupas bawang, terutama bawang putih. Kemudian meningkat di saat aku mulai menumis atau menggoreng sesuatu yang berbumbu. Aku harus menutup hidung pakai tangan atau pakai sapu tangan. Karena ribet, akhirnya terpaksa pakai masker. Lama-lama, aku harus betul-betul menghentikan acara masak memasak karena hidung bener-bener nggak bisa mentolerir lagi bau masakan.<br />
<br />
Karena sebelum hamil aku memang tidak mempekerjakan asisten rumah tangga, akhirnya untuk memenuhi asupan makanan homemade yang sehat dan bergizi, mama datang dari Malang untuk membantuku. Syukurlah akhirnya mama datang, karena sesudahnya, sensitivitasku terhadap bau masakan semakin menjadi-jadi.<br />
<br />
Setiap pagi saat mama mulai menyiapkan sarapan, ‘penderitaanku’ dimulai. Terbangun oleh bau masakan yang masuk lewat celah-celah pintu, kemudian diikuti perasaan tidak nyaman, eneg dan akhirnya mual. Meskipun jendela sudah dibuka, mual itu tidak serta merta hilang. Belakangan aku harus ‘mengungsi’ ke teras depan untuk menghindari sumber bau. Ga cukup sekedar mengungsi, aku masih harus bawa kain untuk menutup hidung. Tak jarang aku tertidur di teras karena masih mengantuk. Sarapanpun akhirnya dilakukan di teras. Dan karena sudah kadung mual mencium bau masakan, selera makan pun lenyap tak bersisa. Terpaksa menelan makanan dengan bantuan air putih . Dan yang paling repot kalau sedang bepergian. Mual bisa tiba-tiba muncul hanya karena lewat depan food court / resto / warung.<br />
<br />
Pertanyaannya, kenapa ya ibu hamil bisa jadi sangat sensitif terhadap bau tertentu, padahal sebelumnya bisa diterima dengan baik? <br />
<br />
Ternyata, penyebabnya adalah hormon estrogen. Estrogen seringkali dihubungkan dengan peningkatan daya penciuman seorang wanita, bahkan yang tidak sedang hamil sekalipun.Saat hamil, level hormon estrogen wanita akan meningkat tajam. <a href="http://bidanku.com/index.php?/fungsi-dan-efek-hormon-estrogen-terhadap-kehamilan-anda" rel="nofollow" target="_blank">Estrogen</a> dibutuhkan untuk membantu meningkatkan aliran darah, menjamin bayi dalam rahim yang sedang tumbuh memperoleh cukup nutrisi. Selain membantu mempertebal dinding rahim untuk mempersiapkan implantasi, estrogen juga memainkan peran yang penting dalam meningkatkan ukuran rahim secara keseluruhan.<br />
<br />
Seperti yang dilansir <a href="http://female.kompas.com/read/2011/03/07/18552549/Sensitivitas.Penciuman.Ibu.Hamil.Meningkat." rel="nofollow" target="_blank">Kompas </a>, sebuah studi oleh Philadelphia's Monell Chemical Senses Center di AS mengatakan bahwa wanita di usia subur memiliki sensitivitas yang lebih tinggi terhadap aroma dibandingkan pria. Pada grup wanita yang level estrogennya lebih rendah dibanding wanita subur (seperti perempuan di bawah usia pubertas dan wanita di atas usia menopause) ternyata memiliki sensitivitas daya penciuman yang sama dengan pria. <br />
<br />
Saat level estrogen wanita naik-turun, begitu pun sensitivitas daya penciumannya. Ketajaman penciuman wanita naik-turun selama siklus menstruasi dan masa ovulasinya, sama seperti saat kehamilan. Sayangnya, para ilmuwan belum yakin bagaimana mekanisme kerja estrogen terhadap sensitivitas penciuman wanita hamil. Apakah estrogen mengubah sensitivitas itu di bagian otak yang mengatur penciuman atau perubahannya terjadi di hidung.<br />
<br />
Beberapa peneliti percaya bahwa sensitivitas terhadap penciuman dan perasa itulah yang mengakibatkan morning sickness pada wanita hamil, yang berakibat pada penolakan terhadap makanan yang mengandung zat kimiawi dan racun yang bisa berbahaya bagi janinnya. Hal ini yang membuat wanita hamil sangat sensitif terhadap bau-bauan dan rasa rokok, alkohol, sayuran pahit, dan minuman berkafein. Beberapa data menunjukkan, perempuan yang mengalami mual memiliki risiko keguguran yang rendah, menguatkan teori bahwa hidung sensitif menjaga keamanan bayi.<br />
<br />
Jadi, sensitif pada bau adalah hal yang sering terjadi pada wanita hamil, meskipun tingkatannya berbeda-beda. Syukurlah aku hanya bermasalah dengan bau masakan. Betapa tersiksanya kalo masih harus ditambah sensi terhadap bau badan sendiri, bau badan suami, fragrance yang biasa dipakai, dll ....<br />
<div>
<br /></div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-64795243022298856552012-05-02T14:58:00.002+07:002012-05-03T20:38:27.769+07:00Dokter Obgyn Pilihanku<br />
Sebagai seorang tenaga medis yang akan membantu kita menjalani masa-masa kehamilan selama 40 minggu dan masa persalinan, wajar kok kalau sebagai pasien, kita menetapkan syarat-syarat khusus dalam memilih Dokter Kandungan ( Obgyn ). Tapi tentu saja tidak semua kriteria yang kita tetapkan, dapat kita temukan pada diri seorang Dokter Obgyn.<br />
<br />
Ini kriteria yang aku tetapkan pada saat <a href="http://joshmilestone.blogspot.com/2012/04/mencari-dokter-obgyn-yang-tepat.html" target="_blank">mencari Dokter Obgyn yang tepat</a> , bahkan hingga harus berganti Dokter Obgyn sebanyak 6 kali.<br />
<br />
<b>1.Praktek di <a href="http://joshmilestone.blogspot.com/2012/05/memilih-obgyn-rs-atau-praktek-pribadi.html" target="_blank">RSIA</a> dan dicover asuransi</b><br />
Ga mau rugi dong, secara inikan fasilitas kantor. Apalagi biaya konsul ke Dokter Obgyn selama kehamilan tidak sedikit. Aku memilih dokter yang praktek di RSIA yang cukup ternama tapi tidak terlalu jauh dari tempat tinggal atau kantor, karena biasanya aku kontrol kehamilan sore hari sepulang kerja.<br />
<br />
<b>2. Dokter Obgyn wanita</b><br />
Aku merasa lebih nyaman dan tenang mempercayakan pemeriksaan kehamilanku pada seorang Dokter Obgyn wanita. Apalagi jika diperlukan pemeriksaan organ reproduksi dalam. Ini aku alami waktu kehamilanku memasuki trimester ketiga. Aku terkena vaginitis yang sangat sulit sembuh sehingga setiap kali datang berobat, Dokter harus membersihkan miss V-ku dari jamur yang membandel. Hmm ga kebayang kalau saat itu aku ditangani oleh Dokter Obgyn pria. Kok rasanya engga banget yah ...<br />
<br />
<b>3.Usia </b><br />
Aku sengaja mencari Dokter Obgyn wanita separuh baya, yang pastinya juga pernah mengalami kehamilan seperti yang sedang aku alami saat itu. Menurutku, Dokter yang secara keilmuan memang memliki kapabilitas di bidangnya dan juga pernah mengalami langsung proses kehamilan itu, lebih mantap dibandingkan Dokter Obgyn pria maupun wanita yang hanya bermodalkan ilmu pengetahuan, tanpa pernah merasakan langsung pengalaman menjadi ibu hamil. Dokter Obgyn wanita yang seperti ini biasanya lebih mudah berempati terhadap keluhan-keluhan kita.<br />
<br />
<b>4.Pengalaman </b><br />
Tentu saja Dokter yang berpengalaman di bidangnya adalah harapan kebanyakan pasien. Kita biasanya menilai poin ini dari banyak sedikitnya pasien yang antri di ruang tunggu. Aku sendiri sengaja tidak menempatkan poin ini menjadi syarat pertama memilih seorang Dokter Obgyn. Aku tipe pasien yang tidak terlalu fanatik terhadap Dokter yang terkenal, karena menurutku memilih Dokter itu cocok-cocokan. Meskipun ia terkenal, tidak menjamin akan langsung sreg dan pas di hati (aku sudah sering membuktikannya). Aku juga enggan harus menunggu terlalu lama, salah satu konsekuensi menjadi pasien dari Dokter terkenal yang pasiennya bejibun. Atau harus ribet mendaftarkan diri jauh-jauh hari saking panjangnya antrian pasien.<br />
<br />
Aku lebih suka berkonsultasi pada Dokter dengan jumlah pasien sedang. Waktu tunggu hanya 1-2 jam, dokter pun biasanya lebih punya waktu untuk mendengarkan keluhan-keluhan kita ataupun diajak berdiskusi, karena antrian pasien yang tidak terlalu panjang.<br />
<br />
<b>5.Komunikasi</b><br />
Ini kunci penting memilih Dokter Obgyn. Masa kehamilan yang tidak sebentar, membuat komunikasi yang baik dengan Dokter Obgyn akan sangat membantu bumil menjalani kehamilan dengan tenang dan nyaman. Dokter Obgynku harus orang yang mau mendengarkan keluhan-keluhan dan pertanyaanku dengan sabar. Dengan latar belakang pendidikan dan pekerjaanku, aku membutuhkan Dokter Obgyn yang bisa diajak diskusi, bukan pembicaraan satu arah saja. Ini yang tidak kutemukan pada beberapa orang Dokter Obgyn yang sempat kutemui di awal-awal kehamilanku, sehingga aku memutuskan untuk tidak lagi menemuinya.<br />
<br />
<b>6.Konsep dan Idelologi yang sama</b><br />
Faktor ini juga tak kalah pentingnya. Menemukan Dokter Obgyn yang memiliki konsep yang sama mengenai kehamilan dan persalinan sangat membantu bumil menjalani kehamilannya dengan mantap. Sangat tidak nyaman memiliki Dokter yang suka memaksakan kepentingannya, misalnya memaksa kita minum susu ibu hamil, mengharuskan kita menjalani persalinan dengan operasi Sesar padahal tanpa indikasi yang jelas, tidak pro ASI dan IMD, dll.<br />
<br />
Syukurlah setelah berkelana mencari dokter yang pas di hati hingga mendatangi <a href="http://joshmilestone.blogspot.com/2012/04/mencari-dokter-obgyn-yang-tepat.html" target="_blank">5 dokter Obgyn</a> , dokter keenam yang aku temui memenuhi seluruh kriteria yang aku tetapkan di atas .<br />
<div>
<br /></div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com2tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-23378169364536008742012-05-01T14:07:00.000+07:002012-05-03T20:38:42.109+07:00Memilih Dokter Obgyn : Praktek Di RS atau Praktek Pribadi ?<br />
<br />
Kehamilan selama 40 minggu menjadikan Dokter Kandungan atau Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi / Obgyn adalah sosok dokter yang akan dikunjungi oleh ibu hamil secara rutin. Diperkirakan seorang ibu hamil selama masa kehamilan dan persalinannya, akan menemui Dokter Obgyn sebanyak 14 kali. Konsultasi secara berkala ditetapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada umumnya semakin dekat waktu persalinan, maka semakin sering dan intensif dilakukan pemeriksaan.<br />
<br />
Jika tidak ada keluhan khusus, biasanya frekuensi pemeriksaan berkala kehamilan diatur sebagai berikut :<br />
1.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Usia kehamilan 0 – 12 minggu : periksa setiap 3 - 4 minggu<br />
2.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Usia kehamilan 13 – 28 minggu : periksa setiap 2 minggu<br />
3.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Usia kehamilan 29 - 40 minggu : periksa setiap 1 minggu<br />
<br />
Karenanya, sangat penting untuk bisa ‘menemukan’ Dokter Obgyn yang tepat, supaya kita sebagai ibu hamil dapat menjalani kehamilan dan persalinannya dengan aman, tenang dan nyaman.<br />
<br />
Nah, faktor apa saja yang harus dipertimbangkan dalam menemukan Dokter Obgyn yang tepat? Berikut tips-tipsnya.<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Rumah Sakit atau Praktek Pribadi</span></b><br />
<br />
Praktek Dokter Obgyn banyak tersebar di Rumah Sakit, baik rumah sakit umum maupun rumah sakit ibu dan anak ataupun tempat praktek pribadi, seperti di rumah bersalin, apotek, klinik bersama dan lain sebagainya. Pilih yang mana?<br />
<br />
Aku pribadi memilih Dokter Obgyn yang berpraktek di Rumah Sakit.<br />
Ini alasannya :<br />
<br />
1. Fasilitas Asuransi Kesehatan<br />
Ini hal pertama yang akan menentukan ke dokter Obgyn mana kita akan memeriksakan diri. Bagi Moms yang akan menggunakan fasilitas asuransi kesehatan yang bisa untuk klaim rawat jalan, sangat penting untuk mengetahui rumah sakit mana saja yang sudah bekerja sama dengan provider asuransi kesehatan yang kita miliki. Pilihan rumah sakit dan dokter Obgynnya memang menjadi lebih terbatas dibandingkan Moms yang membayar sendiri biaya pemeriksaan kehamilannya.<br />
Karena asuransi kesehatan yang diberikan kantor hanya dapat dilayani di Rumah Sakit, maka biar ga rugi, aku memilih dokter Obgyn di Rumah Sakit, secara pemeriksaan kehamilan kan memakan waktu sampe 9 bulan <br />
<br />
2. Terintegrasi dengan Semua Fasilitas RS<br />
Dokter Obgyn yang praktek di Rumah Sakit terintegrasi dengan semua fasilitas yang dimiliki rumah sakit. Sehingga jika ada pemeriksaan atau tindakan medis yang harus segera dilakukan, Dokter dapat segera menghubungi bagian-bagian terkait di rumah sakit. Misalkan diperlukan analisa laboratorium, pemeriksaan USG 3 atau 4 dimensi, CTG (Cardiotocography) atau lainnya.<br />
<br />
3. Terintegrasi dengan Dokter Spesialis lainnya<br />
Dokter Obgyn yang praktek di Rumah Sakit juga terintegrasi dengan Dokter Spesialisasi lainnya yang juga berpraktek di Rumah Sakit tersebut. Hal ini memudahkan kita sebagai pasien jika Dokter Obgyn memerlukan konsultasi dari Dokter lain, misalnya perlu dirujuk ke Dokter Internist, Anesthesi atau lainnya. Hemat waktu dan tenaga karena tidak perlu jauh-jauh mencari dokter rujukan.<br />
<br />
4. <i>Integrated Medical Record</i><br />
Salah satu keuntungan menjadi pasien sebuah Rumah Sakit adalah memiliki rekam medis yang lengkap dan detil. Sehingga jika diperlukan penanganan oleh Dokter lain, dokter dapat mengetahui riwayat kesehatan kita dengan lengkap tanpa kita repot-repot menjelaskan kembali dari awal. Dengan demikain, penanganan pun dapat dilakukan dengan optimal.<br />
<br />
5. Fasilitas yang Lebih Nyaman<br />
Rumah Sakit biasanya memiliki fasilitas yang lebih nyaman dibanding praktek dokter pribadi.<br />
<br />
<ul>
<li>Ruangan tunggu dan ruang praktek dokter ber-AC. Sangat membantu ibu hamil yang mudah kepanasan.</li>
<li>Ruang tunggu yang lebih luas dengan jumlah kursi yang lebih banyak. Membuat bumil dapat duduk lebih nyaman tanpa harus berdesak-desakan dengan pasien lain karena jumlah kursi yang terbatas.</li>
<li>Parkir yang luas, bahkan beberapa Rumah Sakit memiliki lahan parkir di basement. Bumil bisa turun dari kendaraan dengan tenang dan didampingi suami atau keluarga lainnya, bahkan di saat hujan deras sekalipun. Tidak perlu drop off, buru-buru turun atau takut tersambar kendaraan lainnya.</li>
<li>Lift atau eskalator . Bumil tidak perlu kuatir kelelahan kalau harus berpindah ruangan di lantai yang berbeda.</li>
<li>Cafetaria, mini shop, kantin, cafe. Jika diperlukan makan dan minum selama menunggu, fasilitas ini sangat membantu bumil memenuhi kebutuhannya.</li>
</ul>
<br />
Sementara hal-hal tersebut biasanya tidak didapatkan di Dokter praktek pribadi :<br />
1.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Tidak semua tempat praktek dokter pribadi memiliki fasilitas pendukung yang lengkap.<br />
2.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Praktek dokter bersama biasanya hanya diisi oleh beberapa dokter spesialis.<br />
3.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Rekam medis disimpan oleh masing-masing Dokter yang kita kunjungi, tidak terintegrasi satu sama lain.<br />
4.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Fasilitas terbatas dan kurang nyaman : ruang tunggu sempit dan kursi terbatas, parkir tidak luas, dll.<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Rumah Sakit Umum atau Rumah Sakit Ibu dan Anak ?</span></b><br />
<br />
Aku lebih memilih Rumah Sakit Ibu dan Anak. Kenapa?<br />
<br />
1. <i>Segmented Patient</i><br />
Sesuai dengan namanya, pasien RSIA biasanya adalah wanita, ibu hamil, bayi dan anak-anak. Penyakit yang dikeluhakan pun hanya seputar masalah kewanitaan, ibu hamil dan penyakit yang biasa diderita bayi dan anak-anak. Kita tidak akan bertemu dengan pasien penyakit jantung yang sedang anfal atau penderita dengan infeksi yang berat.<br />
<br />
2. Tenaga Medis tersedia 24 jam<br />
Hampir setiap jam, ada saja Dokter Obgyn yang praktek, sehingga pasien dapat selalu ditangani. Menjelang malam, ada IGD dan bidan yang stand by 24 jam.<br />
<br />
3. Fasilitas Pendukung Lengkap<br />
Karena memang memfokuskan diri pada perawatan ibu dan anak, fasilitas pendukung yang berhubungan dengan penyakit yang diderita ibu dan anak pada RSIA biasanya juga cukup lengkap. Seperti USG 2, 3 atau 4 Dimensi, CTG, laboratorium, radiologi, dll.<br />
<br />
4. Program pendukung ibu hamil<br />
RSIA biasanya dilengkapi dengan program-program yang dapat dimanfaatkan ibu hamil selama kehamilan dan menanti persalinan, seperti senam hamil, kelas persiapan menyusui, kelas perawatan bayi, dll.<br />
<br />
5. Lebih Nyaman<br />
Suasana Rumah Sakit biasanya lebih tenang, tidak hiruk pikuk seperti RSU. Bertemu dengan pasien yang rata-rata wanita dan anak-anak juga menyebakan bumil merasa lebih tenang karena berada dalam atmosfir keluarga.<br />
<br />
6. Persiapan Persalinan dan Perawatan Kesehatan Anak<br />
Kita dapat booking kamar untuk persiapan persalinan sejak jauh-jauh hari. Setelah lahir pun, bayi dapat segera ditangani oleh ahlinya dan fasilitas yang mendukung.<br />
<br />
Nah, Moms pilih yang mana?<br />
<div>
<br /></div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-17613452239618096252012-04-30T14:36:00.000+07:002012-05-08T13:54:23.581+07:00Perjalanan Mencari Dokter Obgyn yang Tepat<br />
<br />
<b>SETELAH 5 DOKTER OBGYN</b><br />
<br />
Kehamilan selama 40 minggu menjadikan Dokter Kandungan atau Dokter Spesialis Obstetri Ginekologi / Obgyn adalah sosok dokter yang akan dikunjungi oleh ibu hamil secara rutin. Diperkirakan seorang ibu hamil selama masa kehamilan dan persalinannya, akan menemui Dokter Obgyn sebanyak 14 kali. Konsultasi secara berkala ditetapkan dan disesuaikan dengan kebutuhan. Pada umumnya semakin dekat waktu persalinan, maka semakin sering dan intensif dilakukan pemeriksaan.<br />
<br />
Jika tidak ada keluhan khusus, biasanya frekuensi pemeriksaan berkala kehamilan diatur sebagai berikut :<br />
1.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Usia kehamilan 0 – 12 minggu : periksa setiap 3 - 4 minggu<br />
2.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Usia kehamilan 13 – 28 minggu : periksa setiap 2 minggu<br />
3.<span class="Apple-tab-span" style="white-space: pre;"> </span>Usia kehamilan 29 - 40 minggu : periksa setiap 1 minggu<br />
<br />
Karenanya, sangat penting untuk bisa ‘menemukan’ Dokter Obgyn yang tepat, supaya ibu dapat menjalani kehamilan dan persalinannya dengan aman, tenang dan nyaman.<br />
<br />
Aku punya pengalaman unik dalam perjalanan ‘menemukan’ Dokter Obgyn yang sreg di hati. Setelah 5 Dokter Obgyn dan usia kehamilan 19 minggu, aku akhirnya bisa menetapkan pilihan pada satu Dokter Obgyn yang memenuhi syarat yang aku tetapkan untuk membantuku selama menjalani proses kehamilan hingga persalinan.<br />
<br />
Ini kisahnya ...<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Dokter Obgyn Pertama</span></b><br />
<br />
Kunjungan pertamaku ke Dokter Obgyn terjadi tanggal 22 November 2010 di <a href="http://rsmitrakasih.blogspot.com/" rel="nofollow" target="_blank">RS Mitra Kasih Cimahi</a>, setelah test urine pagi harinya mengkonfirmasi bahwa aku hamil. Karena fasilitas asuransi kesehatan yang disediakan kantor yaitu <a href="http://www.inhealth.co.id/index.php/produk/inhealth-managed-care" rel="nofollow" target="_blank">Inhealth</a> , hanya bisa dilakukan di rumah sakit dan tidak di praktek pribadi, maka pagi itu aku memutuskan untuk memeriksakan diri ke <a href="http://rsmitrakasih.blogspot.com/" rel="nofollow" target="_blank">RS Mitra Kasih Cimahi</a>, rumah sakit terdekat dari rumah.<br />
<br />
Aku ditangani oleh dr L, SpOG, seorang Dokter Obgyn perempuan, usia sekitar 40-an, ramah dan cukup telaten memeriksaku. Beliau menanyakan riwayat menstruasiku dan kapan tanggal menstruasi terakhir yang masih aku ingat. Informasi ini diperlukan Dokter untuk menentukan usia kehamilan. Dokter juga menanyakan keluhan-keluhan yang aku alami, sebelum akhirnya melakukan pemeriksaan dengan USG.<br />
<br />
Hasil USG membenarkan hasil tes kehamilan menggunakan urine yang aku lakukan tadi pagi. Aku dinyatakan hamil dengan usia kandungan sudah 6 minggu dan tanggal perkiraan persalinan adalah tanggal 17 Juli 2012.<br />
<br />
Meskipun saat awal kehamilan aku belum merasakan gastritis seperti yang aku ceritakan sebelumnya, aku sempat menginformasikan riwayat gastritis yang kuderita sebelum hamil kepada Dokter. Dokter cukup tanggap dengan membekaliku resep obat antasida yang bisa aku minum jika suatu saat gastritisku kumat.<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Dokter Obgyn Kedua</span></b><br />
<br />
Masalah mulai muncul ketika seminggu setelah dinyatakan hamil, gastritisku mulai sering kumat yang disertai dengan gejala perih lambung dan kembung. Meskipun dari Dokter Obgyn pertama aku sudah dibekali obat antasida, entah mengapa saat itu aku ragu-ragu untuk meminumnya. Aku memilih mengabaikan gejala yang muncul meskipun gejala-gejala itu membuatku sangat tidak nyaman dan merasa tidak sehat. Mungkin ini naluri untuk melindungi janinku dari kontak dengan obat-obatan yang (aku pikir) tidak perlu.<br />
<br />
Ternyata aku hanya sanggup bertahan selama 2 hari menghadapi gastritis yang kambuh tanpa diobati. Karena sudah tidak tahan lagi, bersama suami sore itu aku diantar ke seorang Dokter Obgyn perempuan yang membuka praktek pribadi di sebuah apotek. Aku terpaksa tidak bisa kembali konsul ke dr. L, dokter Obgynku yang pertama karena beliau hanya praktek di <a href="http://rsmitrakasih.blogspot.com/" rel="nofollow" target="_blank">RS Mitra Kasih Cimahi</a> pagi hingga siang hari dan pada kunjungan pertamaku kemarin, aku lupa menanyakan tempat praktek pribadinya.<br />
<br />
Setelah menunggu 20 orang lebih, akhirnya tiba juga giliranku untuk diperiksa. Dokter melakukan prosedur yang sama seperti Dokter Obgyn pertama, menanyakan riwayat menstruasiku, tanggal menstruasi terakhir dan diakhiri dengan pemeriksaan USG.<br />
<br />
Kepanikan muncul ketika Dokter tidak menemukan sebentuk janin di rahimku melalui pemeriksaan USG. Heeeh??? Kok bisa??? Beberapa kali kulihat Dokter menggulirkan probe-nya untuk menemukan posisi yang tepat agar janin terlihat. Tapi tetap saja sang janin tidak kelihatan.<br />
<br />
“Ibu keliatannya kurang minum ya?” kata Dokter. “Masa sih Dok?” sahutku. Sepertinya kok aku sudah minum cukup banyak air ya, batinku. “Iya, janin bisa jadi nggak kelihatan di USG karena ibu kurang minum. Jadi, sekarang ibu keluar dulu, minum yang banyak, kalo sudah kepengin pipis, nanti bilang susternya supaya masuk lagi untuk diperiksa. “<br />
<br />
Doooeeenngggg .... Aku dan suami keluar dari ruang praktek dokter sambil saling menatap bingung. Kecemasan terlihat jelas di mata suamiku. Aku tahu yang ia rasakan. Ia pasti kuatir dan takut kehilangan sukacita dan harapan akan kehadiran seorang anak yang sempat kami rasakan seminggu terakhir ini.<br />
<br />
Sambil berusaha menenangkan suamiku dan berkata semua akan baik-baik saja, aku minta dibelikan air mineral. Suamiku datang dengan 2 botol <a href="http://www.aqua.com/" rel="nofollow" target="_blank">air mineral</a> ukuran 600 ml dan 1 botol ukuran 1,5 L. Pelan-pelan aku mencoba menghabiskan <a href="http://www.aqua.com/" rel="nofollow" target="_blank">air mineral </a> itu dan berharap rasa kepengen pipis segera muncul supaya kami tidak perlu menunggu terlalu lama lagi. Setengah jam kemudian, setelah berhasil menghabiskan 2 botol @ 600 ml, rasa kepengen pipis itu akhirnya muncul. Di ruang tunggu tinggal 2 pasien lagi termasuk aku. Ah, rasanya lelah sekali harus menunggu berjam-jam seperti ini ...<br />
<br />
Dokter kembali memeriksa kandunganku dengan USG. Tidak perlu waktu lama untuk menemukan sebentuk embrio di rahimku yang tampak melalui monitor. Legaaa rasanya ...<br />
<br />
Begitu keluar dari ruang praktek dokter dan membaca isi kertas resep yang dituliskan Dokter (inilah enaknya jadi Apoteker, bisa baca dan menilai isi resep sebelum ditebus, hehe) kembali aku mengerutkan kening. Dokter meresepkanku obat mual-muntah dengan bahan aktif <a href="http://www.sanbe-farma.com/index.php?option=com_content&task=view&id=533&Itemid=125" rel="nofollow" target="_blank">Ondansetron</a>. Hmm, untuk apa ya? Setahuku, aku tidak mengalami mual-muntah sampai harus terapi menggunakan ondansetron. Kan keluhanku hanya seputar gejala gastritis yaitu perih lambung dan kembung?<br />
<br />
Iseng aku minta petugas apotik menghitungkan harga resep itu jika aku tebus. Tiga ratus ribu rupiah!!! Wooww ... aku harus kehilangan uang sebanyak itu untuk membeli obat yang tidak tepat indikasi?? Hmm, engga deh ... <br />
<br />
Aku putuskan untuk tidak menebus resep itu dan tidak kembali lagi ke Dokter Obgyn ini ...<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Dokter Obgyn Ketiga</span></b><br />
<br />
Gastritis menerorku terus dari hari ke hari. Setelah kejadian kunjungan Dokter Obgyn yang kedua, akhirnya aku memutuskan menggunakan obat antasida yang pernah kuterima dari Dokter Obgyn yang pertama. Gejala gastritis memang menghilang setelah pemakaian antasida, sayangnya tidak bertahan cukup lama.<br />
<br />
Tepat di hari ulang tahunku, 2 Desember 2010, gastritisku kembali kumat parah-parahnya. Kelelahan sepulang dari kantor ditambah stres yang tidak kusadari karena ditinggal suami tugas keluar kota, membuat lambungku terasa sangaaaat periiihh ... Aku sampai menangis saking tidak tahannya. Karena kuatir melihat keadaanku, akhirnya mama mengajakku untuk berobat (lagi) ke dokter.<br />
<br />
Kembali karena gejala baru kurasakan sore hari, aku tidak bisa berobat ke Dokter Obgyn pertamaku di RS Mitra Kasih. Datang lagi ke Dokter Obgyn kedua rasanya enggan dan kapok. Akhirnya aku memutuskan untuk berobat ke Dokter Obgyn ketiga, seorang Dokter Obgyn lain yang juga kelihatannya cukup terkenal karena antrian pasiennya cukup panjang.<br />
<br />
Kali ini Dokter Obgynnya laki-laki, dr. UG., SpOG. Terpaksa berobat ke situ karena aku tidak punya referensi dokter lain yang tempat prakteknya tidak jauh dari rumah. Ditambah perih yang seperti mengiris-iris lambung, membuatku pengen cepat-cepat ditangani dokter.<br />
<br />
Kembali aku harus menjalani pemeriksaan USG (untuk yang ketiga kalinya dalam kurun waktu 2 minggu). Kusampaikan keluhan gastritisku dengan detil, termasuk riwayat pengobatan dari Dokter Obgyn yang pertama dan kedua, dengan harapan pengobatan yang diberikan tidak mengulang lagi dari yang diberikan oleh 2 dokter sebelumnya. Aku mendapat obat antibiotik Amoxicillin dan vitamin.<br />
<br />
Setelah mencoba mengingat lagi teori tatalaksana gastritis, akhirnya aku sepakat mencoba obat yang diresepkan oleh dr. UG ini. Mungkin dokter melihat adanya indikasi infeksi <i>Helicobacter pylori</i> sehingga memberiku Amoxicillin. Dan memang setelah beberapa kali minum antibiotik itu, lambungku menjadi lebih nyaman dan aku bisa mengatasi gejala gastritis yang tidak separah sebelumnya.<br />
<br />
Aku masih bimbang untuk menjadikan dr. UG ini sebagai dokter Obgyn tetapku. Selain karena prakteknya tidak di rumah sakit, yang artinya tidak dapat diklaim oleh asuransi kesehatan fasilitas kantor, faktor gender juga masih membuatku belum sreg. Pasiennya yang cukup banyak sehingga harus mengantri berjam-jam juga menjadi salah satu bahan pertimbanganku.<br />
<br />
Di tengah proses timbang menimbang itu, tidak disangka aku mendapat informasi yang menciutkan hati tentang dokter ini. Menurut informasi atasanku di kantor yang juga seorang dokter, dr. UG ini bukan seorang dokter Spesialis Kandungan. Ia hanya dokter umum yang lama bekerja di poli kandungan.<br />
<br />
“Hah, masa sih?” debatku. “Bagaimana bisa seorang dokter umum praktek sebagai spesialis? Kan sudah ada aturannya dari DepKes?”<br />
<br />
Penasaran, aku segera mengecek kartu berobat yang aku terima dari suster bagian pendaftaran. Dan terkejut setengah mati karena di kartu berobat itu sang dokter memang tidak mencantumkan gelar yang menunjukkan bahwa dia adalah spesialis obgyn, yaitu SpOG. Aku mulai ragu-ragu, dalam hati mulai percaya pada informasi dari atasanku. Logikanya, gelar adalah identitas seorang dokter. Tidak mungkin ia mengabaikan gelar itu dan tidak mencantumkannya di kartu berobat, kecuali dia memang tidak punya gelar itu.<br />
<br />
Semakin penasaran, aku minta suami datang lagi ke apotek tempat sang dokter praktek dan baca lagi plang si dokter, apakah di situ tertulis gelar SpOGnya. Dan ternyata faktanya sama, tidak ada gelar SpOG yang tertulis di belakang namanya.. Heeehhhh ??<br />
<br />
Aku langsung memutuskan untuk tidak lagi kontrol kehamilan ke dokter itu...<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Dokter Obgyn Keempat</span></b><br />
<br />
Gastritisku yang semakin menjadi-jadi mendorongku untuk (terpaksa) mencari opini dari Dokter Obgyn lain. Kali ini pilihannya adalah seorang Dokter Obgyn terkenal di <a href="http://www.rsborromeus.com/" rel="nofollow" target="_blank">RS Borromeus Bandung</a>. Menurut pendapat beberapa orang teman, meskipun seorang pria, dokter ini sangat ramah, telaten dan baik hati. Okay, mari kita coba ...<br />
<br />
Aku dipanggil masuk ke ruang periksa disaat pasien sebelum aku masih ada di dalam ruangan itu. Dari mencuri dengar pembicaraan mereka, sepertinya dokter ini memang seperti info-info yang aku dengar. Secercah harapanku muncul, berharap dokter ini bisa menjadi ‘pelabuhan terakhirku’ hingga masa persalinan lagi.<br />
<br />
Namun entah apa yang terjadi, begitu tiba giliranku diperiksa, semua deskripsi tentang dokter yang ramah, telaten dan baik hati lenyap seketika. Baru saja aku menceritakan keluhan gastritisku, dengan nada tajam, dokter itu ‘menceramahi’ kami berdua. Dia mengatakan bahwa anak adalah anugerah bagi sebuah keluarga, tidak setiap keluarga diberi kepercayaan punya anak, anak-anak autis banyak disebabkan karena kelahirannya tidak diinginkan, bla...bla...bla...<br />
<br />
Aku bengong sebengong-bengongnya ... Penjelasan dokter bener-bener ga nyambung dengan apa yang aku keluhkan. Yang bikin lebih kaget, ketika aku menanyakan apakah ada obat lain selain antasida untuk mengatasi gastritisku, dengan ketusnya sang dokter berucap, “ Kalo ibu minta obat lain, cari dokter lain aja, ga usah datang lagi ke saya ...”<br />
<br />
Ooohhh, ga usah disuruh dua kali Dok, saya pastikan ini adalah kunjungan pertama dan terakhir saya ..., ujarku dalam hati dengan kesal dan tersinggung.<br />
<br />
Mungkin hari itu aku memang sedang tidak beruntung. Harus bertemu dengan dokter yang sombong dan sangat menyebalkan, eee.. sampe di kasir, ternyata aku harus bayar pakai uang pribadi karena rumah sakit belum bekerja sama dengan kartu <a href="http://www.inhealth.co.id/index.php/produk/inhealth-managed-care" rel="nofollow" target="_blank">Inhealth</a> tipe yang aku pegang. Nasiibbb ....<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Dokter Obgyn Kelima</span></b><br />
<b><span style="color: red;"><br /></span></b><br />
Pengalaman buruk bertemu Dokter Obgyn yang keempat, membuatku mengevaluasi lagi 4 Dokter Obgyn yang sudah pernah aku temui. Setelah diingat-ingat lagi, sebenarnya aku tidak punya masalah dengan Dokter Obgyn pertamaku. Kendala hanya muncul ketika aku tidak bisa konsul pada beliau di sore hari. Karenanya kutetapkan untuk kembali mengunjungi dr. L, SpOG di <a href="http://rsmitrakasih.blogspot.com/" rel="nofollow" target="_blank">RS Mitra Kasih Cimahi</a> sambil memeriksakan kehamilanku yang sudah memasuki bulan ketiga.<br />
<br />
Sampai di rumah sakit, kembali aku mendapat surprise. Menurut mbak di bagian Pendaftaran, dokter L ternyata sudah tidak praktek lagi di rumah sakit ini karena pindah ke luar kota. Penggantinya adalah seorang dokter Obgyn pria. Ahhhh ....<br />
<br />
Karena sudah terlanjur tiba di rumah sakit, aku memutuskan untuk tetap diperiksa oleh dokter pengganti Dokter L. Dan kembali harus kecewa karena aku merasa kurang sreg dengan dokter ini ...<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Dokter Obgyn Keenam</span></b><br />
<br />
Rasanya nyaris putus asa menemukan dokter Obgyn yang tepat, sementara kehamilanku terus berkembang dan sudah waktunya kembali kontrol. Akhirnya atas masukan seorang teman kantor, aku datang ke <a href="http://herminahospitalgroup.com/home/cabang/pasteur" rel="nofollow" target="_blank">RSIA Hermina Pasteur Bandung</a>. Menurut temanku itu, di rumah sakit ini, setiap jam tersedia banyak pilihan dokter Obgyn yang praktek, mau dokter wanita ataupun pria, tinggal pilih.<br />
<br />
Siang itu, 26 Februari 2012, menurut bagian pendaftaran, terdapat tiga orang Dokter Obgyn perempuan yang praktek. Mbak resepsionis menyebutkan nama-nama dokternya. Aku terdiam beberapa menit, mencoba menajamkan feelingku, sebelum akhirnya aku memutuskan,” Ke dokter T aja deh Mbak.”<br />
<br />
Gambling, cuma itu misiku konsul ke dokter Obgyn siang ini. Pasrah adalah misi berikutnya. Hanya berharap feelingku ketika memilih di antara 3 nama tadi tidak salah.<br />
<br />
Sambil menunggu giliran, aku mencuri dengar pembicaraan ibu yang sedang membahas si dokter T dengan ibu sebelahnya. Sepertinya recommended Obgyn nih ... pikirku dalam hati.<br />
<br />
Puji Tuhan, ketika selesai diperiksa dan keluar dari tempat prakteknya, aku merasakan bahwa pencarianku untuk menemukan dokter Obgyn yang tepat telah berakhir. Dr T, SpOG memenuhi kriteriaku. Ramah, cerdas, telaten, dan yang terpenting, bisa diajak diskusi ...<br />
<br />
Sejak itu, aku tidak pernah ganti dokter Obgyn lagi. Dokter T terus membantuku menjalani kehamilanku dengan nyaman dan aman. Beliau pula yang menangani persalinanku melalui operasi sesar. Makasih banyak Dokter T ....<br />
<div>
<br /></div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-78083704361826706252012-04-25T20:54:00.001+07:002012-05-03T20:50:01.668+07:00Gastritis dan Heartburn Selama Kehamilan<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b>KUTAHAN PERIH INI DEMI JOSH</b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Beberapa minggu
setelah dinyatakan hamil, aku masih bisa menikmati kehamilanku dengan santai.
Nyaris tidak pernah kurasakan yang namanya mual – muntah di pagi hari (morning
sickness) seperti yang umum dialami oleh ibu-ibu yang sedang hamil muda. Aku masih
bisa menikmati kegiatan makan dan beraktifitas normal seperti sebelum hamil. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Sungguh tidak
pernah kubayangkan kalau sesudahnya, kehamilan ini menjadi semakin berat
kujalani. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN" style="color: red;"><b>Periiihhh ... banget ..<o:p></o:p></b></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Gastritis (atau
yang sering disebut sakit maag) kronis memang sudah lama kuderita sejak masih
duduk di bangku kuliah. Maklum, sebagai anak kos dengan aktifitas kuliah dan organisasi
yang segudang, pola dan jadwal makanku memang tergolong kacau. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Gastritis adalah
proses peradangan dari dinding lambung akibat produksi asam lambung yang
berlebih. Dapat disebabkan oleh gaya hidup (pola makan, merokok, alkohol),
stres fisik (luka bakar, trauma, pembedahan, dll), stres psikis yang berat,
obat-obat tertentu dan refluks usus-lambung. Gastritis ditandai dengan
gejala-gejala :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<ul>
<li><span lang="IN" style="font-family: Symbol; text-indent: -0.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;"> </span></span><span lang="IN" style="text-indent: -0.25in;">Dispepsia : nyeri perut bagian
atas atau rasa tidak nyaman yang seringkali berhubungan dengan intake atau asupan
makanan.</span></li>
<li><span style="text-indent: -0.25in;">Flatulensi (kembung) : peregangan
lambung atau usus yang disebabkan gas disertai rasa penuh di perut.</span><span lang="IN" style="font-family: Symbol; text-indent: -0.25in;"><span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;"> </span></span></li>
<li><span lang="IN" style="text-indent: -0.25in;">Vomiting (muntah)</span></li>
</ul>
<span style="text-align: justify;">Gejala yang paling
sering aku alami adalah rasa perih dan nyeri di lambung, serta kembung yang
jika gastritis sedang parah-parahnya, perut tampak seperti sedang hamil 3 bulan
saking kembungnya.</span><br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Setelah bekerja
lalu menikah, gastritis yang aku derita semakin terasa mengganggu. Tekanan
pekerjaan, stres dan kelelahan membuat gastritisku semakin sering kumat. Bahkan
satu tahun terakhir ini, aku tidak bisa lagi makan makanan yang bisa memicu
meningkatnya produksi asam lambung, seperti :</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 38.25pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span lang="IN" style="font-family: Symbol;">·<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><span lang="IN">Bahan makanan yang rasanya kecut
dan asam. Termasuk di dalamnya adalah buah-buahan seperti jeruk, mangga, jambu,
dll ; makanan seperti arsik, tom yam, dll </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 38.25pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span lang="IN" style="font-family: Symbol;">·<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><span lang="IN">Makanan pedas.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 38.25pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span lang="IN" style="font-family: Symbol;">·<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><span lang="IN">Bahan makanan yang menyebabkan
kembung seperti mie, kol, ubi, dll</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 38.25pt; mso-add-space: auto; mso-list: l3 level1 lfo3; text-align: justify; text-indent: -.25in;">
<span lang="IN" style="font-family: Symbol;">·<span style="font-family: 'Times New Roman'; font-size: 7pt;">
</span></span><span lang="IN">Minuman yang mengandung kafein
seperti kopi, minuman bersoda, dll</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Gastritisku semakin
menjadi-jadi di usia kehamilan memasuki 8 minggu. Rasa perih lambung yang
menyayat-nyayat menghampiriku hampir setiap jam, pagi, siang terutama malam
hari. Aku harus terus nyemil untuk mengurangi rasa perih dan mual karena asam
lambung yang naik hingga ke kerongkongan juga rasa terbakar di dada, biasa
disebut heartburn. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><span style="color: red;">Heartburn</span><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Sebenarnya heartburn
adalah salah satu keluhan yang sering terjadi selama kehamilan. Ada sensasi
rasa panas seperti terbakar atau rasa tidak nyaman yang dirasakan di balik
tulang dada atau tenggorokan, atau keduanya. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Heartburn terjadi karena regurgitasi asam lambung yang mencapai tenggorokan atau
mulut, disebut juga refluks esofagitis. Ketika asam lambung mencapai
tenggorokan, akan menimbulkan rasa panas atau terbakar yang sangat tidak nyaman.
Sedangkan ketika asam lambung mencapai mulut, menimbulkan rasa asam atau pahit
di mulut yang dapat memicu rasa mual.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Penyebab heartburn
pada kehamilan adalah :</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
</div>
<ol>
<li><span style="text-indent: -0.25in;">Hormon progesteron yang memang sedang diproduksi banyak-banyaknya di
rahim untuk menjaga kehamilan dan mencegah terjadinya kontraksi uterus sebelum
waktunya, menyebabkan otot-otot lambung menjadi rileks sehingga pengosongan
lambung menjadi lebih lambat dari biasanya. Seharusnya, setelah makanan dicerna
di lambung, otot-otot lambung akan segera mendorong makanan menuju usus halus
untuk diabsorpsi (diserap). Selain mempengaruhi otot-otot lambung, progesteron
juga menyebabkan sphincter esofagus yang bertugas menjaga agar asam lambung
tidak berbalik ke atas, menjadi ikut rileks.</span></li>
<li><span style="text-indent: -0.25in;">Rahim yang semakin membesar dapat menekan perut dan mendorong asam
lambung keluar ke atas.</span></li>
</ol>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span style="text-indent: -0.25in;"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Syukurlah heartburn
tidak memperngaruhi kehamilan dan tidak berpotensi menyebabkan penyakit yang
lebih serius. Sayangnya, ketidaknyamanan yang ditimbulkan oleh heartburn sangat
mengganggu dan menguras energi, seperti yang aku rasakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><span style="color: red;">Mengatasi Heartburn</span><o:p></o:p></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Tatalaksana
heartburn pada kehamilan bertujuan untuk mengurangi gejala dengan
mempertimbangkan faktor keamanan bagi sang janin. Modifikasi gaya hidup dan
diet sangat dianjurkan. </span></div>
<div class="MsoNoSpacing">
<span lang="IN">Ini yang aku lakukan untuk mengatasi heartburn
yang mendera :</span></div>
<div class="MsoNoSpacing">
</div>
<ol>
<li><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="font-size: 7pt;"> </span></span><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;">Makan makanan dalam porsi kecil tapi sering. </span><span style="text-align: justify;">Untuk
menghindari regurgitasi asam lambung dan perih di lambung, perut tidak boleh
dalam keadaan kosong. So, setiap 2 jam (termasuk malam dan dini hari), aku
harus makan sesuatu yang porsinya kecil tapi cukup padat, seperti brownies,
roti-rotian, pisang (otomatis tidak akan bisa makan banyak, karena sesungguhnya
perut masih terasa penuh dan kenyang).</span></li>
<li><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;">Nyemil. </span><span style="text-align: justify;">Jika
asam lambung mencapai dada, rasa terbakar aku usir dengan minum dan makan
sesuatu. Begitu juga kalau asam lambung sudah mencapai mulut, aku memilih makan
coklat yang akan mencair di mulut, sehingga bisa mengusir rasa pahit, asam atau
eneg. Aku menghindari makan permen karena menurutku kurang efektif dan kurang
sehat.</span></li>
<li><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;"><span style="font-size: 7pt;"> </span></span><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;">Modifikasi diet. </span><span style="text-align: justify;">Menghindari
makanan yang dapat memicu produksi asam lambung seperti yang sudah aku sebutkan
di atas. Aku menghindari makanan yang terlalu berbumbu, pedas, terlalu berlemak
dan goreng-gorengan.</span></li>
<li><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;">Tidak langsung berbaring segera setelah makan. </span><span style="text-align: justify;">Lebih
baik melakukan aktifitas ringan yang dapat membantu makanan dalam perut ‘agak
turun’.</span></li>
<li><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;">Tidur dengan posisi kepala lebih tinggi dari kaki. </span><span style="text-align: justify;">Selama
beberapa waktu, aku terpaksa tidur sambil separuh duduk untuk mencegah asam
lambung naik ke tenggorokan. Kepala disangga dengan setumpuk bantal dan
punggung bersandar seperti posisi separuh duduk. Meskipun setelah beberapa jam
aku akhirnya tidur telentang karena pinggang udah keburu pegal.</span></li>
<li><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;">Memakai pakaian yang longgar sehingga tidak memberi tekanan pada perut.</span></li>
<li><span lang="IN" style="text-align: justify; text-indent: -0.25in;">Obat-obatan</span></li>
</ol>
<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN" style="color: red;">Kutahan Perih Ini Demi Sang Bayi</span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<b><span lang="IN"><br /></span></b></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Obat-obat
penatalaksanaan gastritis dan heartburn terdiri dari 3 jenis yaitu :</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpFirst" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.15pt;">
<span lang="IN">1.<span style="font-size: 7pt;">
</span></span><span lang="IN">Antasida </span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN">Obat ini bekerja menetralisir asam
lambung. Contohnya adalah obat-obat maag yang banyak diiklankan di TV, seperti Mylanta, <a href="http://www.ahlinyalambung.com/" rel="nofollow" target="_blank">Promag</a> Promag, dst.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.15pt;">
<span lang="IN">2.<span style="font-size: 7pt;">
</span></span><span lang="IN">Penghambat sekresi asam lambung
golongan Antagonis Histamin H2</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN">Obat ini bekerja dengan cara menghambat
Histamin H2 menempati reseptornya di sel parietal lambung, tempat diproduksinya
asam lambung. Contohnya adalah Cimetidine, Ranitidine, Famotidine</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpMiddle" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; mso-list: l1 level1 lfo1; text-align: justify; text-indent: -14.15pt;">
<span lang="IN">3.<span style="font-size: 7pt;">
</span></span><span lang="IN">Penghambat sekresi asam lambung
golongan Proton Pump Inhibitor</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN">Obat ini bekerja dengan menghambat
aktifitas pompa proton di sel parietal lambung. Contohnya adalah Omeprazole,
Lansoprazole, Rabeprazole, Pantoprazole dan Esomeprazole.</span></div>
<div class="MsoListParagraphCxSpLast" style="margin-left: 35.45pt; mso-add-space: auto; text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Ketiga jenis obat
itu diurutkan berdasarkan tingkat efektivitas dan kebaruannya.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Jaman kuliah,
gastritis yang kualami hanya aku obati dengan mengkonsumsi obat antasida.
Setelah bekerja dan gastritis semakin sering kumat, antasida saja sudah tidak
cukup lagi untuk mengatasi perih lambung yang kuderita. Aku mulai menggunakan
obat golongan antagonis H2, mulai dari Ranitidine dan kemudian Famotidine.
Ketika gastritis semakin menjadi-jadi, bahkan Famotidine pun sudah tidak mempan
lagi mengatasi sakit yang kuderita. Beberapa kali terpaksa mengunjungi
Internist (Dokter Spesialis Penyakit Dalam), berturut-turut aku mendapat resep
obat golongan pompa proton : Omeprazole, Lansoprazole, bahkan sampai
Rabeprazole.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Karenanya, ketika
hamil dan gastritis menderaku sedemikian rupa merupakan sebuah ujian untuk
kehamilanku. Bagaimana tidak, ketika aku memeriksakan diri ke dokter Obgyn dan
menyampaikan keluhanku, dokter hanya meresepkanku obat antasida. Bisa Moms
bayangkan, bagaimana aku yang sudah terbiasa menggunakan obat golongan pompa
proton, minimal Omeprazole untuk mengatasi gastritisku, tiba-tiba hanya boleh
menggunakan antasida, obat yang sudah lama aku tinggalkan karena sudah tidak
mempan lagi mengatasi perih lambung yang kurasakan.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Setelah minum
antasida, rasa perih di lambung hanya berkurang selama 1 jam. Setelah efek
antasidanya hilang, perih lambung itu kembali menderaku. Begitu setiap hari,
pagi-siang-malam perih lambung itu bagai mengiris-iris lambungku. Aku hanya
bisa menangis tak berdaya. Aku juga menjadi sering tidak masuk kantor.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Akhirnya karena tidak
tahan, aku mendatangi dokter Obgyn yang lain untuk mencari second opinion.
Kembali aku hanya menerima resep obat antasida. Penasaran, akhirnya aku
googling lagi untuk mencari tahu tingkat keamanan obat-obat gastritis itu. </span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Ternyata demi
keselamatan janin yang tengah dikandung, tatalaksana gastritis dan heartburn
pada ibu hamil dimulai dengan modifikasi gaya hidup. Antasida adalah pilihan kedua,
jika modifikasi gaya hidup tidak terlalu berhasil. Antasida dianggap obat yang
paling aman untuk mengatasi gastritis dan heartburn pada ibu hamil karena hanya
bersifat lokal. Obat pilihan ketiganya adalah Ranitidine. Sedangkan Omeprazole
tidak dianjurkan untuk ibu hamil karena dapat berpengaruh pada bayi yang tengah
dikandung. Sedangkan Lansoprazole adalah obat pilihan terakhir.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Meskipun sudah
mendapat jawaban dari searching internet, karena perih lambung terus menerus
menderaku, akhirnya kudatangi dokter Obgyn ketiga, berharap bisa mendapatkan obat
lain selain antasida untuk mengurangi rasa perih ini. Tapi kembali aku menelan
kecewa karena dokter lagi-lagi hanya meresepkan antasida. Datang ke dokter
keempat, kembali resep antasida yang kudapatkan. Dokter beralasan, aku belum
melewati trimester pertama, sehingga ia belum berani meresepkan Ranitidine. Hingga
puncaknya adalah ketika aku mendatangi dokter Obgyn kelima. Kusampaikan keluhan
perih lambungku, berharap ia berempati padaku. Tapi yang kudapatkan justru
jawaban ketus setengah mengusir “Kalau
Ibu minta obat lain, silahkan cari dokter yang lain saja”.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Aku menyerah.
Mungkin ini yang disebut perjuangan menjadi seorang ibu. Akan kutahan perih
lambung ini semampuku tanpa mengeluh lagi, demi keselamatan dan kesehatan janin
yang tengah kukandung. Tidak mudah memang, tapi mungkin ini ujian pertamaku
untuk membuktikan cintaku pada bayiku.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Bermodalkan
modifikasi gaya hidup dan sesekali minum antasida jika perihnya sudah tak
tertahankan lagi, akhir aku bisa melewati fase-fase heartburn ini. Memasuki trimester
kedua, aku bisa menjalani kehamilanku dengan lebih sehat dan ceria. Hanya
sesekali gastritisku kumat. Sedangkan heartburn nyaris tidak pernah kurasakan
lagi.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Memasuki trimester
ketiga, gastritis kembali menjadi ujian yang harus aku hadapi. Perih lambung
kembali kuderita terutama di malam hari. Nyaris tidak pernah tidur malam dengan
nyenyak dan lama, karena tiap 2 jam aku harus bangun untuk makan sesuatu. Aku
bertahan hanya mengandalkan modifikasi gaya hidup dan diet, serta sesekali
menggunakan antasida untuk mengatasi gastritis yang kumat. Meskipun oleh dokter
akhirnya aku diperbolehkan minum Ranitidine, tidak sebiji pun obat itu aku
minum hingga tanggal kelahiran tiba.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Karena kurang
tidur, paginya aku harus berjuang untuk mempersiapkan diri berangkat ke kantor.
Di kantor, aku berada dalam kondisi fisik yang sangat lelah. Kurang tidur,
gerak yang terbatas karena perut yang semakin membesar, nafas yang
tersengal-sengal, belum lagi deadline pekerjaan kantor yang harus segera
kuselesaikan sebelum aku cuti hamil. Karena kuatir melihat kondisiku, suami
menyarankan agar aku segera cuti saja. Tapi aku menolak dan memilih mengambil
cuti sesaat sebelum due date, supaya dapat lebih lama merawat bayiku. Puji
Tuhan, akhirnya aku dapat melewati semua itu, dan mengambil cuti 2 hari sebelum
tanggal berlangsungnya operasi sesar.</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Kini, Josh telah
berusia 9 bulan. Kelahirannya membawa keajaiban yang tidak pernah kuduga-duga. <b>Gastritisku SEMBUH...</b> It’s a miracle ... thanks God ..</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN">Selama 9 bulan ini,
baru satu kali aku minum obat antasida karena gastritis yang kumat. Itupun
karena aku minum kopi. Selebihnya, gastritis yang biasanya kumat karena faktor
kelelahan akan sembuh sendiri hanya dengan berbaring leyeh-leyeh di tempat
tidur selama 1 jam. Ajaib bukan? Sekarang aku bahkan bebas makan dan minum apa
saja tanpa kuatir gastritis akan kumat. Tom Yam, arsik, jeruk, makanan yang
pedas, mie, kol, kopi,minuman bersoda ... siapa takut ... ^0^</span></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<span lang="IN"><br /></span></div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com1tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-63137676737892600002012-04-25T15:30:00.000+07:002012-05-01T14:19:05.738+07:00I'm Pregnant ...<br />
<b>AKHIR PENANTIAN PANJANG </b><br />
<b><br /></b><br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
<a href="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJOvNFuaqjqf1pvlK0wlygfIAnd1iTMOurrPdn7l6AGAOPIuI1VvE3t23pXYLlVHDqha-AfGC-pC-XVqZJm7A8ZMHlrth5bAZp-4hgtgI81L5HpxpTeOvcUu-Jxzk66rJHVgQGP57PMgGo/s1600/IMG00116-20101122-0631.jpg" imageanchor="1" style="clear: left; float: left; margin-bottom: 1em; margin-right: 1em;"><img border="0" height="240" src="https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiJOvNFuaqjqf1pvlK0wlygfIAnd1iTMOurrPdn7l6AGAOPIuI1VvE3t23pXYLlVHDqha-AfGC-pC-XVqZJm7A8ZMHlrth5bAZp-4hgtgI81L5HpxpTeOvcUu-Jxzk66rJHVgQGP57PMgGo/s320/IMG00116-20101122-0631.jpg" width="320" /></a></div>
Penantian panjang selama empat tahun akan kehadiran seorang anak di tengah-tengah keluarga kecil kami, akhirnya dijawab Tuhan hari itu, 22 November 2010. Di tengah padatnya jadwal tugas keluar kota – aku baru pulang dari Balikpapan dan Banjarmasin - , bersyukur banget aku masih diberi kepekaan untuk merasakan ada sesuatu yang berbeda dengan tubuh ini. Belum juga haid selama 2 minggu dari tanggal seharusnya dan mulai merasakan sedikit mual dan pusing, akhirnya pagi itu aku memutuskan untuk tes urine (air seni) dengan menggunakan strip test kehamilan.<br />
<br />
<b><span style="color: red;">Dua Garis yang Mendebarkan</span></b><br />
<br />
Strip test kehamilan yang aku gunakan adalah merek <a href="http://www.sensitif.info/" rel="nofollow" target="_blank">Sensitif</a> . Pertama-tama aku harus menampung urine pagi yang keluar pertama kali. Urine aku tampung dalam sebuah wadah plastik yang bersih dan kering (aku pakai botol bekas air mineral yang sudah dipotong supaya leher botolnya ga terlalu panjang, dicuci bersih dan dikeringkan). Pernah diberi tahu oleh petugas laboratorium kalau pemeriksaan urine, sebaiknya yang dipakai adalah urine tengah. So, urine awal aku buang, baru setelah itu urine ditampung dan berhenti menampung sebelum seluruh urine keluar, supaya urine akhir tidak ikut tertampung.<br />
<br />
Strip dicelupkan ke dalam urine secara vertikal dengan posisi strip yang ada tanda panahnya menghadap ke bawah, jangan melebihi tanda “Max” yang tertera di strip. Setelah strip tercelup selama 30 detik, strip diangkat dari wadah dan diletakkan pada tabel komparasi yang disediakan dalam kemasan. Tunggu selama 2 menit, hasil akan terlihat berupa garis merah keunguan, satu atau 2 garis.<br />
<br />
Dua menit yang mendebarkan saat perlahan-lahan cairan solusi yang ada dalam strip bergerak naik melalui area strip. And very surprised ketika melihat 2 garis merah keunguan tampak jelas terbaca pada strip. Yang artinya .... AKU HAMIL ... Benarkah ??<br />
<br />
Berdasarkan teori konsepsi / pembuahan, jika sel telur (ovum) bertemu dengan sperma di tuba falopii wanita, hasil pembuahan yang disebut zygot akan bernidasi ke endometrium (dinding rahim) yang kemudian akan menghasilkan hormon Chorionic Gonadotropin (hCG). Hormon inilah yang akan ditemukan dalam urine wanita hamil sejak usia kehamilan 6 hari. Akan terdeteksi oleh test pack jika kadarnya lebih atau sama dengan 25 mlU / ml. <br />
<br />
Meskipun produsen <a href="http://www.sensitif.info/" rel="nofollow" target="_blank">Sensitif</a> menyebutkan tingkat keberhasilan alat ini bisa mencapai 99,99 %, tetap saja rasanya belum mantap kalau belum mengkonfirmasikan hasil tes urine ini langsung ke ahlinya. So, tak ingin berspekulasi lebih lama, pagi itu juga aku memutuskan untuk memeriksakan diri ke Dokter Spesialis Obsteri Ginekologi (Obgyn) di <a href="http://rsmitrakasih.blogspot.com/" rel="nofollow" target="_blank"><span style="color: blue;">RS Mitra Kasih Cimahi</span></a> .<br />
<br />
Datang sendiri tanpa didampingi suami (yang pagi itu betul-betul tidak bisa meninggalkan kewajibannya sebagai dosen) membuat proses menunggu antrian di ruang tunggu jadi lebih menggelisahkan. Tapi antrian yang panjang dan melelahkan segera terlupakan begitu namaku dipanggil. Setengah dag dig dug karena nggak kebayang pemeriksaannya seperti apa, akhirnya aku masuk.<br />
<br />
Seorang dokter Obgyn wanita menyapaku dengan ramah. Aku memang sengaja memilih dokter wanita karena merasa lebih nyaman dan bisa lebih leluasa bertanya, berdiskusi atau menyampaikan keluhan-keluhan tanpa rasa malu. Juga rasanya lebih tenang aja karena yakin dokter wanita juga pernah mengalami masa-masa kehamilan yang membuatnya lebih mudah berempati.<br />
<br />
<b><span style="color: red;">USG yang Pertama</span></b><br />
<br />
Setelah menjawab beberapa pertanyaan yang diajukan dokter, akhirnya aku diperiksa dengan USG 2 dimensi. USG (Ultrasonografi) adalah prosedur pemeriksaan yang menggunakan gelombang suara tinggi yang dipantulkan ke tubuh untuk memperlihatkan gambaran rahim dan isinya yang memberikan informasi dalam bentuk gambar (sonogram) yang dapat kita lihat di layar monitor maupun hasil print out-nya. <br />
<br />
Sebelum diperiksa, perut bagian bawah (disanalah letak rahim) diolesi dulu dengan gel untuk memudahkan pergerakan alat probe yang digenggam oleh dokter Obgyn.<br />
Oooh begini rasanya diperiksa dengan USG, baru tau ... :)<br />
<br />
Hasil USG mengkonfirmasi kebenaran hasil tes urine tadi pagi. AKU HAMIL !! Ada sebentuk embrio yang sedang berkembang di rahimku yang usianya sudah 6 minggu. Puji Tuhan, akhirnya dapat kurasakan kehadirannya. Sukacita luar biasa mendorongku segera BBM suami lengkap dengan foto hasil USG. Dan tentu saja tak lupa update status di social media, hehe ..<br />
<br />
<div class="separator" style="clear: both; text-align: center;">
</div>
<br />
<div>
<br /></div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com0tag:blogger.com,1999:blog-6210293091403089909.post-43833953087732913982012-04-20T13:55:00.001+07:002012-04-20T15:17:57.979+07:00Akhirnya Blogging ...<br />
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Setelah Josh genap berusia 9
bulan, akhirnya memantapkan hati untuk mulai blogging untuk sharing pengalaman
merawat dan mengasuh Josh. Lahir dari
kenyataan bahwa ternyata menjadi ibu baru itu (sungguh) tidak mudah. Serba
bingung, panik, heboh, stress, ga tau mesti berbuat apa. Semua karena minimnya pengalaman. <br />
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
Di saat tidak banyak orang yang
bisa dijadikan tempat untuk bertanya dan berguru, saya merasakan bahwa internet
adalah media termudah dan tercepat untuk mendapatkan informasi atas
pertanyaan dan kondisi yang harus segera saya atasi. Tinggal googling pakai
smartphone atau lepi, dapat deh infonya, meskipun ternyata tidak semua
informasi benar dan sesuai dengan kondisi pengasuhan kita.</div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
<br /></div>
<div class="MsoNormal" style="text-align: justify;">
So, blog ini akan menjadi tempat
curahan hati saya selama saya diberikan kesempatan menjadi ibu dari seorang
bayi imut, <b>Joshua Anargya Lasia</b>. Just sharing, bukan bermaksud ngajarin atau sok
menggurui. Mungkin bisa melengkapi referensi para Bunda yang menghadapi kondisi
yang sama dengan yang saya alami. Semoga bermanfaat ...</div>IndoMedEventhttp://www.blogger.com/profile/12001907837787648973noreply@blogger.com0